Cegah Penyebaran HIV/AIDS, Dr Novel Minta Pendatang Kutim Lapor dan Diperiksa Kesehatannya

Anggota DPRD Kutim, Dr Novel Tyty Paembonan.

Caption: Anggota DPRD Kutim, Dr Novel Tyty Paembonan.

SANGATTA – DPRD Kutai Timur (Kutim) melaksanakan audiensi bersama berbagai pihak dalam membahas langkah-langkah penting yang perlu diambil untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS. Dihadiri pemerintah daerah, kecamatan, tokoh masyarakat, kepala desa dan tokoh agama.

Salah satu yang hadir ialah Anggota DPRD Kutim, Dr Novel Tyty Pembonan. Dalam audiens tersebut, ada keinginan agar setiap pendatang ke Kutim untuk melaporkan diri kepada pemerintah semata.

“Jadi yang pertama mereka minta adalah bagi setiap pendatang itu memang betul-betul melaporkan dirinya pada pemerintah setempat,” ujar Dr. Novel saat ditemui rekan media di Kantor DPRD Kutim, Rabu (05/06/2024)

Menurutnya, pendatang yang datang ke wilayah tertentu harus mendaftarkan diri. Terutama bagi perempuan yang ingin bekerja di tempat hiburan malam (THM), mereka harus menjalani pemindaian kesehatan awal untuk memastikan bebas dari penyakit HIV/AIDS.

“Kalau dia seorang perempuan yang ingin mendaftar kerja di tempat hiburan malam (THM) maka wajib dilakukan pemindaian di seksi awal, apakah dia memang bebas dari penyakit HIV/AIDS,” jelasnya.

Ia menjelaskan bahwa HIV/AIDS adalah virus yang menginfeksi darah dan dapat menyebabkan sindrom setelah bertahun-tahun. Gejalanya bisa muncul secara berulang seperti flu, diare tanpa alasan jelas, yang bisa menjadi tanda seseorang terinfeksi HIV/AIDS.

“Nah itu merupakan salah satu tanda gejala yang terkena penyakit HIV/AIDS, lama kelamaan kalau itu tidak diobati maka dia akan meninggal,” bebernya.

Politisi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ini juga menegaskan bahwa obat untuk penyakit tersebut tersedia dan dapat diperoleh secara gratis di puskesmas. Namun pengaruh sosial membuat banyak penderita merasa malu untuk mengambil obat tersebut.

“Sesungguhnya obatnya ada di puskesmas dan itu gratis, cuma mereka menganggapnya penyakit yang memalukan sehingga mereka yang mengidap penyakit itu malu untuk mengambil obat,” lanjutnya.

Ia juga menekankan bahwa identitas pasien dirahasiakan oleh tenaga kesehatan untuk menghindari depresi akibat tekanan sosial. Meskipun demikian, menyadarkan masyarakat untuk melakukan tes dan pengobatan tetap menjadi tantangan besar.

“Hanya saja sulit untuk menyadarkan mereka, sampai saat ini sulit menyadarkan mereka bahwa kalian yang memang punya risiko tinggi harus dilakukan tes, kalaupun itu positif maka harus berobat dan berobat itu gratis,” pungkasnya.(ADV/DPRD Kutim)

Loading

Ikuti VOXnews di Google Berita

.

Bagikan berita ini:

-

VOXnews