JAKARTA – Nepotisme adalah suatu perilaku yang memanfaatkan posisi atau jabatan untuk menguntungkan keluarga atau kroni di atas kepentingan umum. Nepotisme dapat merugikan orang lain, masyarakat, dan negara karena mengabaikan aspek kompetensi, meritokrasi, dan transparansi. Nepotisme juga dapat menimbulkan konflik kepentingan, korupsi, dan ketidakpercayaan publik terhadap lembaga negara.
Nepotisme sering dikaitkan dengan politik dinasti, yaitu praktik penurunan kekuasaan politik dari satu anggota keluarga ke anggota keluarga lainnya. Politik dinasti dapat mempengaruhi sistem demokrasi, representasi politik, dan kualitas pelayanan publik. Beberapa negara yang dikenal memiliki politik dinasti antara lain Korea Utara, Filipina, India, dan Amerika Serikat.
Di Indonesia, isu nepotisme dan politik dinasti juga menjadi sorotan publik. Salah satu contohnya adalah dugaan nepotisme dalam pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden pada pemilu 2024. Gibran adalah putra sulung dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan adik dari Kaesang Pangarep, ketua umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Pencalonan Gibran diduga berkaitan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan seseorang di bawah usia 40 tahun untuk menjadi calon presiden dan wakil presiden asalkan memiliki pengalaman sebagai kepala daerah. Putusan MK tersebut dipimpin oleh Anwar Usman, yang merupakan paman dari Gibran.
Pada tanggal 23 Oktober 2023, Presiden Jokowi, Anwar Usman, Gibran Rakabuming Raka, Kaesang Pangarep, dan beberapa pejabat lainnya dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Erick Samuel Paat, seorang pengacara yang tergabung dalam Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI). Laporan tersebut terkait dugaan tindak pidana kolusi dan nepotisme yang merugikan kepentingan negara dan masyarakat .
“Kami melihat ada dugaan kolusi antara Presiden Jokowi dengan Anwar Usman selaku Ketua MK dalam mengeluarkan putusan MK Nomor 72/PUU-XVIII/2020 tentang syarat usia calon presiden dan wakil presiden,” kata Erick Samuel Paat saat menggelar konferensi pers di depan gedung KPK pada Senin (23/10/2023).
“Putusan MK tersebut sangat menguntungkan Gibran Rakabuming Raka yang merupakan putra Presiden Jokowi dan adik dari Kaesang Pangarep yang merupakan Ketua Umum PSI. PSI adalah partai pendukung pemerintah yang telah menyatakan dukungan kepada Gibran sebagai calon wakil presiden,” lanjut Erick.
Lebih jauh, Erick juga sempat mengatakan bahwa ada dugaan nepotisme antara Presiden Jokowi dengan Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep. Dalam hal ini terkait pencalonan Gibran sebagai calon wakil presiden.
“Kami menduga ada intervensi dari Presiden Jokowi kepada partai-partai politik agar mendukung pencalonan Gibran,” tambah Erick.
“Kami meminta KPK untuk segera melakukan penyelidikan terhadap laporan kami ini. Kami juga meminta masyarakat untuk tidak terpengaruh oleh isu-isu yang menyesatkan terkait pencalonan Gibran. Kami berharap pemilu 2024 dapat berlangsung secara jujur, adil, dan demokratis,” tutup Erick .
Presiden Jokowi sendiri membantah adanya nepotisme dalam pencalonan Gibran. Ia mengatakan bahwa Gibran memiliki hak konstitusional untuk maju sebagai calon wakil presiden dan tidak ada campur tangan dari dirinya. Ia juga menegaskan bahwa ia tidak akan mendukung atau menentang calon manapun dalam pemilu 2024.
“Semuanya yang memilih itu rakyat, yang menentukan itu rakyat, yang mencoblos itu rakyat, bukan elit bukan partai. Itu lah demokrasi,” ucap Jokowi.
Presiden Jokowi juga mengaku menghormati pelaporan dirinya ke KPK atas tuduhan nepotisme. Ia menyerahkan sepenuhnya perkara itu kepada aparat penegak hukum. “Ya, itu kan proses demokrasi di bidang hukum. Kami hormati semua proses itu,” jelasnya.
Sementara itu, KPK telah menerima laporan dari TPDI dan sedang melakukan verifikasi terhadap laporan tersebut. KPK belum dapat mengungkapkan isi pelaporan tersebut karena masih dalam proses penyelidikan.
Nepotisme dan politik dinasti merupakan isu yang penting untuk diwaspadai oleh masyarakat Indonesia. Isu ini berkaitan dengan nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia, dan keadilan sosial yang harus dijunjung tinggi oleh semua pihak. Masyarakat harus berperan aktif dalam mengawasi dan mengkritisi perilaku penyelenggara negara agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang yang merugikan kepentingan bersama. (*)