SAMARINDA – Maraknya praktik penyebaran data pribadi atau doxing di ruang digital Samarinda mendorong desakan dari DPRD untuk segera merumuskan kebijakan perlindungan digital. Anggota Komisi I DPRD Samarinda, Adnan Faridhan, menilai bahwa ketiadaan respons dan kebijakan dari pemerintah daerah dapat memperburuk situasi dan menciptakan ketakutan di kalangan masyarakat.
Menurut Adnan, tindakan doxing yang menyasar tokoh publik, jurnalis, hingga warga biasa, bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga bukti lemahnya regulasi dan perlindungan terhadap hak digital warga Samarinda.
“Ini bukan lagi soal debat opini di media sosial. Ketika data pribadi disebar tanpa izin, itu sudah masuk ranah kriminal dan mengancam rasa aman warga,” tegasnya.
Ia mendorong Pemerintah Kota Samarinda untuk tidak hanya menyerahkan penyelesaian kasus ini ke aparat hukum, tapi juga mulai membentuk kebijakan yang lebih komprehensif dalam menciptakan ekosistem digital yang aman dan beretika.
“Pemkot perlu menunjukkan sikap. Jangan hanya diam. Kalau tidak terlibat, sampaikan secara resmi dan mulai bentuk satuan kerja atau program edukasi perlindungan data digital,” ujarnya.
Adnan menyarankan agar Pemkot bekerja sama dengan akademisi, komunitas digital, dan lembaga perlindungan data untuk membentuk pedoman dan sistem pengaduan publik dalam kasus pelanggaran digital, termasuk doxing dan perundungan siber.
Lebih lanjut, ia juga mengingatkan bahwa fenomena buzzer yang terindikasi terlibat dalam penyebaran data pribadi menandakan urgensi etika bermedia sosial yang belum diatur di tingkat daerah.
“Kalau ini dibiarkan, kita menciptakan iklim takut di dunia digital. Masyarakat jadi enggan menyuarakan pendapat, dan demokrasi lokal terancam,” tutupnya.
Adnan berharap, Pemerintah Kota Samarinda bersama DPRD bisa segera merumuskan langkah konkret, mulai dari edukasi, sistem pelaporan, hingga perlindungan hukum berbasis lokal, agar ruang digital Samarinda tidak menjadi ladang kekerasan yang tidak terlihat. (ADV)