SANGATTA – Diketahui, realisasi pendapatan Kutai Timur (Kutim) pada Tahun Anggaran 2023 mencapai Rp 8,59 triliun atau 104,13 persen dari target Rp 8,25 triliun. Realisasi tersebut dituangkan dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2023.
Walaupun diapresiasi, namun Fraksi PDI-Perjuangan DPRD Kutim menyoroti beberapa hal. Yaitu, rincian darimana asal pendapatan tersebut.
Hal ini disampaikan oleh Siang Geah sebagai perwakilan fraksi PDI-Perjuangan di Rapat Paripurna ke-27 Masa Persidangan ke III Tahun Sidang 2023/2024 pada Kamis, (13/6/2024).
“Kami memerlukan penjelasan terkait sektor-sektor yang menunjang penambahan pendapatan ini, sehingga bisa dilakukan evaluasi untuk menentukan fokus kerja dan skala prioritas di masa depan,”pintanya.
Selain itu, Fraksi PDI Perjuangan juga menyoroti realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang hanya mencapai Rp 352,46 miliar atau 44,76 persen dari target Rp 787,53 miliar. Menurutnya, hal tersebut disebabkan oleh adanya koreksi dan reklasifikasi yang dilakukan oleh BPK RI Perwakilan Kalimantan Timur.
“Koreksi dan reklasifikasi dari BPK RI menyebabkan realisasi PAD berubah menjadi lain-lain pendapatan yang sah, dengan lonjakan angka sebesar 2.315,73 persen,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa setelah koreksi dan reklasifikasi, terdapat selisih sebesar Rp 20,63 miliar yang perlu dijelaskan sumbernya.
Fraksi PDI Perjuangan meminta penjelasan dari Bupati Kutai Timur terkait sumber dari penambahan lain-lain pendapatan daerah yang sah sebesar Rp 20,63 miliar di luar hasil koreksi dan reklasifikasi.
“Kami memohon kepada saudara Bupati untuk menjelaskan sumber dari penambahan ini sebagai bahan evaluasi ke depan,” tegasnya.
Selain pendapatan, Fraksi PDI Perjuangan juga menyoroti realisasi belanja daerah tahun 2023 yang mencapai Rp 7,54 triliun atau 84,18 persen dari anggaran sebesar Rp 8,96 triliun. Terjadinya surplus pendapatan dan sisa anggaran belanja sering kali menjadi sumber munculnya SILPA.
“Kekurangan perencanaan anggaran yang baik menyebabkan ketidaksiapan pemerintah daerah dalam menghadapi surplus pendapatan, PDI-P menekankan bahwa hal ini menjadi catatan khusus bagi pemerintah daerah dalam menyusun anggaran tahun berikutnya,” pungkasnya.(ADV/DPRD Kutim)