SAMARINDA — Kelenteng Thien Ie Kong, yang dikenal sebagai kelenteng tertua di Samarinda, tengah bersiap menyambut perayaan Tahun Baru Imlek 2025. Persiapan intensif terus dilakukan untuk memberikan pengalaman spiritual dan budaya terbaik bagi umat dan masyarakat yang hadir.
Sejak berdiri pada tahun 1905 di Jalan Yos Sudarso, kelenteng yang akrab disebut “Tempekong” ini telah menjadi pusat kehidupan spiritual komunitas Tionghoa Samarinda. Tak hanya itu, arsitekturnya yang khas juga menjadikannya daya tarik wisata budaya di kota ini.
Hanson Tjahaja selaku pengurus kelenteng yang sudah mengabdi selama lebih dari satu dekade, menjelaskan bahwa persiapan perayaan Imlek tahun ini dimulai sejak awal Januari.
“Kami fokus pada pengecatan ulang bangunan utama dan pelataran, pemasangan lampion warna-warni, serta bunga mei hwa yang melambangkan harapan dan keberuntungan,” ujarnya.
Perayaan Imlek 2025, yang jatuh pada tahun Shio Ular Kayu, membawa pesan kebijaksanaan dan kehati-hatian.
“Kami mengingatkan umat untuk bijak dalam mengambil keputusan, tetapi tetap waspada terhadap tantangan yang mungkin muncul di tahun ini,” ucapnya.
Rangkaian perayaan Imlek di Kelenteng Thien Ie Kong akan dimulai pada malam 28 Januari 2025. Malam pergantian tahun akan diisi dengan sembahyang bersama hingga tengah malam, diikuti doa syukur keesokan harinya.
Kemeriahan akan berlanjut pada puncak acara Cap Go Meh, 12 Februari 2025, dengan atraksi barongsai, pelepasan naga, dan pembagian seribu angpau. Selain itu, bazar Imlek juga akan digelar pada 5 hingga 9 Februari 2025, menawarkan makanan khas, suvenir, serta pertunjukan seni budaya yang terbuka untuk umum.
Lebih dari sekadar tempat ibadah, Kelenteng Thien Ie Kong memiliki peran penting sebagai simbol kerukunan di Samarinda.
“Kami ingin kelenteng ini tidak hanya menjadi pusat spiritual, tetapi juga jembatan budaya yang memperkuat kebersamaan antarwarga,” ungkap Hanson.
Sejarah panjang kelenteng ini tak lepas dari kontribusi masyarakat Tionghoa di Samarinda. Dibangun atas prakarsa Letnan Oey Kun Khue Gwan, kelenteng ini menjadi warisan berharga yang mencerminkan kebersamaan komunitas.
Dengan jumlah pengunjung yang biasanya mencapai 2.000 orang per tahun, perayaan Imlek dan Cap Go Meh mampu mendatangkan hingga 10.000 orang. Hanson berharap pemerintah dapat lebih mendukung pelestarian, termasuk rencana menjadikan kawasan ini sebagai bagian dari Chinatown Samarinda.
“Kami berharap pemerintah memberikan perhatian lebih agar kelenteng ini tetap menjadi simbol toleransi dan keberagaman di Samarinda,” tutup Hanson.
Penulis: Asrida