SANGATTA – Rapat dengar pendapat telah dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Timur (Kutim) pada Senin, 10 Juni 2024, untuk membahas sengketa lahan yang melibatkan Kelompok Tani Bina Warga Desa Pengadan, Kecamatan Sandaran, dan dua perusahaan, PT. Indexim Coalindo dan PT. SBA. Pertemuan ini diadakan sebagai respons terhadap surat yang diajukan oleh Poktan Bina Warga dan dipimpin oleh Wakil Ketua II DPRD Kutim, Arfan.
Hadir dalam hearing tersebut anggota dewan seperti Hepnie Armansyah, Agusriansya Ridwan, dan Faizal Rachman, serta perwakilan dari Poktan Bina Warga, PT. Indexim Coalindo, dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP), dan tamu undangan lainnya.
Agusriansya Ridwan, anggota Komisi D DPRD Kutim, menyoroti pentingnya perlindungan hak-hak sosiologis dan filosofis yang dijamin oleh konstitusi, khususnya dalam konteks sengketa lahan.
“Negara memang memiliki wewenang untuk memberikan izin kepada korporasi untuk mengelola sumber daya alam, sesuai dengan Pasal 33 konstitusi. Namun, Pasal 33 ayat 3 dengan jelas menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah milik negara dan harus dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat,” ucapnya.
Ridwan menegaskan bahwa setiap eksploitasi yang merugikan rakyat harus segera diatasi, tanpa terjebak dalam perdebatan yuridis yang panjang. Dia juga menekankan bahwa solusi atas konflik tersebut harus memprioritaskan kesejahteraan masyarakat, bukan hanya aspek hukumnya saja.
“Tujuan utama pengelolaan sumber daya alam adalah untuk kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, dalam menghadapi konflik seperti ini, kita harus mencari solusi yang mengutamakan kepentingan rakyat,” tutup Ridwan.
Pertemuan ini merupakan langkah penting dalam menyelesaikan sengketa lahan yang telah lama berlangsung, dan menunjukkan komitmen DPRD Kutim dalam melindungi hak-hak masyarakat lokal serta memastikan pengelolaan sumber daya alam yang adil dan berkelanjutan. (ADV/DPRD Kutim)