Ilustrasi La Nina.(ISTIMEWA)

Caption: Ilustrasi La Nina.(ISTIMEWA)

SAMARINDA – Indonesia bakal akan menghadapi fenomena La Nina yang bakal diperkirakan muncul pada bulan Oktober hingga Februari 2025. Peluang ini diprediksi oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

La Nina merupakan fenomena fase dingin dari El Nino. Jika El Nino membawa udara panas, maka La Nina mendorong angin dingin.

Dilansir melalui detik.com, hal ini terjadi karena gangguan iklim dari Samudra Pasifik, osilasi selatan El Nino (ENSO) mulai melemah. Fase lemah-moderat El Nino terjadi pada awal tahun dan berada di tahap netral hingga akhir tahun.

Tetapi,fase netral ENSO ini bakal berkembang menjadi fenomena La Nina pada semester kedua 2024 (Juli-Desember). La Nina akan memicu kondisi lebih basah dibandingkan kondisi normal sehingga meningkatkan risiko hujan ekstrem.

Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menjelaskan La Nina yang terjadi pada periode awal musim hujan ini berpotensi meningkatkan jumlah curah hujan di sebagian besar wilayah.

“Dampak La Nina terhadap curah hujan di Indonesia tidak seragam, baik secara spasial maupun temporal, bergantung pada: musim/bulan, wilayah, dan kekuatan La Nina sendiri,” ujarnya.

Selain pengaruh sirkulasi angin monsun dan anomali iklim di Samudra Pasifik, penguatan curah hujan di Indonesia juga turut dipengaruhi oleh penjalaran gelombang atmosfer ekuator dari barat ke timur berupa gelombang MJO (Madden Julian Oscillation) dan Kelvin, atau dari timur ke barat berupa gelombang Rossby.

“Hasil analisis kondisi dinamika atmosfer terkini menunjukkan adanya aktivitas MJO di atas wilayah Indonesia, yang merupakan kluster/kumpulan awan berpotensi hujan,” ujar Guswanto.

Aktivitas La Nina dan MJO pada saat yang bersamaan ini, ujarnya, dapat berkontribusi signifikan terhadap pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia.

Menurut BMKG, fenomena ini akan meningkatkan curah hujan di Indonesia sebanyak 20 hingga 40 persen. Kemudian pada periode Desember sampai Mei, sebagian wilayah barat Indonesia akan mengalami peningkatan curah hujan karena pengaruh angin monsun.

“Namun demikian, bukan diartikan tidak ada kemarau sama sekali, hanya saja terjadi peningkatan curah hujan dalam periode tersebut sehingga seringkali disebut sebagai kemarau basah,” kata BMKG.

BMKG mencatat, hasil analisis hujan pada dasarian II Oktober 2024, curah hujan pada Dasarian II Oktober 2024 bervariasi dari kriteria rendah (24%), menengah (59%) dan tinggi-sangat tinggi (17%). Sifat hujan pada Dasarian II Oktober 2024 bervariasi Bawah Normal (21%), Normal (13%) dan Atas Normal (66%).

“Berdasarkan jumlah ZOM, sebanyak 27% wilayah Indonesia masuk musim hujan. Wilayah yang sedang mengalami musim hujan meliputi sebagian besar Aceh, Sumatra Utara, Riau, Sumatra Barat, Jambi, sebagian Sumatra Selatan, Bengkulu, Bangka Belitung, Sebagian Banten, Jawa Barat, sebagian Jawa Tengah bagian utara, sebagian besar Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, sebagian Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan bagian utara, sebagian Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, sebagian Maluku Utara, sebagian Maluku, Papua Barat dan sebagian Papua,” tulis BMKG.(*)

Ikuti VOXnews di Google Berita

.

Bagikan berita ini:

-

Berita Populer

It seems we can't find what you're looking for.

VOXnews