SAMARINDA – Dalam upaya penegakan hukum dan keselamatan publik, Pemerintah Kota Samarinda mengambil inisiatif hukum terhadap operasi Pertamini, penjual eceran Bahan Bakar Minyak (BBM).
Wali Kota Samarinda, Andi Harun, mengumumkan bahwa Pemkot Samarinda telah mengadakan rapat untuk membahas dasar hukum operasi Pertamini, menyusul insiden kebakaran yang terkait dengan operasi tersebut.
Menurut Andi Harun, berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi, hanya badan usaha dengan izin resmi dari menteri yang dapat menjalankan kegiatan usaha hilir, yang harus dilakukan dengan persaingan yang adil dan transparan.
Izin usaha ini juga harus sesuai dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 47892, sebagaimana diatur dalam PP Nomor 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
“Operasi migas tidak boleh dilakukan di area publik atau perumahan tanpa izin pemerintah dan persetujuan dari masyarakat,” kata Andi Harun pada Senin (22/4/2024).
Penjualan BBM eceran tanpa izin, termasuk Pertamini, dianggap sebagai pelanggaran hukum, sesuai dengan Surat Kepala BPH Migas Nomor 715/07/Ka.BPH/2005 tanggal 4 September 2015.
Andi Harun menambahkan bahwa ada tiga potensi sanksi bagi operasi migas tanpa izin. Pertama, pelanggaran pasal 53 juncto pasal 23 UU Nomor 21 Tahun 2001 bisa berujung pada hukuman penjara hingga 3 tahun dan denda hingga Rp 30 miliar.
Kedua, jika menjual BBM bersubsidi tanpa izin, pelanggaran pasal 53 juncto pasal 55 UU Nomor 21 Tahun 2001 bisa berujung pada hukuman penjara hingga 6 tahun dan denda hingga Rp 60 miliar. Ketiga, jika operasi menyebabkan kebakaran atau kerugian material, pelaku bisa dikenakan pasal berlapis.”
UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga berlaku dalam kasus ini. SPBU adalah satu-satunya penyalur resmi BBM di kota.
“Penjualan Pertamini oleh SPBU juga merupakan pelangaran karena SPBU adalah penyalur terakhir yang berhubungan langsung dengan konsumen,” lanjut Andi Harun.
Pemkot Samarinda juga telah mengeluarkan surat edaran yang berlaku mulai 25 April hingga 25-26 Mei, memberikan waktu satu bulan kepada pengusaha Pertamini untuk menunjukkan bukti perizinan atau menghabiskan stok BBM.
“Jika mereka tidak dapat menunjukkan bukti perizinan dalam satu bulan, kami akan memberikan waktu satu minggu untuk pembongkaran mandiri. Jika tidak ada tindakan, pemerintah akan melakukan penertiban sesuai dengan hukum,” pungkasnya.(Yah/Adv/DiskominfoSamarinda)