Komisi I Minta Reformasi Tata Ruang Berbasis Lingkungan

Anggota Komisi I DPRD Samarinda, Aris Mulyanata

Caption: Anggota Komisi I DPRD Samarinda, Aris Mulyanata

SAMARINDA – Banjir yang terus menghantui Kota Samarinda bukan sekadar fenomena musiman atau cuaca ekstrem, melainkan tanda darurat dari krisis kebijakan tata ruang kota. Hal ini disampaikan Anggota Komisi I DPRD Samarinda, Aris Mulyanata, yang menilai bahwa musibah tahunan tersebut merupakan hasil dari akumulasi keputusan pembangunan yang abai terhadap daya dukung lingkungan.

“Selama ini kita terlalu fokus pada infrastruktur, tapi lupa pada ekologi. Akibatnya, daerah resapan air berubah jadi beton, sungai menyempit, dan banjir jadi bencana berulang,” ujar Aris.

Ia menyebut bahwa banjir Samarinda merupakan potret dari kebijakan yang lebih mementingkan ekspansi ekonomi ketimbang keberlanjutan kota. Menurutnya, rencana tata ruang yang ada belum mampu menjadi alat kendali pembangunan yang adaptif terhadap kondisi geografis dan ekologis Samarinda.

Sebagai langkah strategis, Aris mendorong revisi terhadap Perda Nomor 7 Tahun 2023 tentang RTRW Samarinda 2023–2042. Ia menilai dokumen perencanaan ini terlalu longgar dalam mengatur pembangunan di wilayah-wilayah yang seharusnya dilindungi, seperti daerah resapan, bantaran sungai, dan ruang terbuka hijau.

“Revisi RTRW ini bukan sekadar formalitas, tapi harus menjadi titik balik. Jika tidak segera dikoreksi, kita akan membayar lebih mahal dalam bentuk kerusakan dan korban jiwa,” tegasnya.

Selain regulasi, Aris juga mengkritisi lemahnya pengawasan terhadap izin pembangunan. Ia mendesak Pemkot Samarinda untuk melakukan audit dan moratorium pemberian izin di kawasan rawan banjir, serta menertibkan bangunan yang melanggar garis sempadan sungai.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa solusi teknis seperti normalisasi drainase dan pengerukan sungai harus dibarengi dengan perubahan cara berpikir pemerintah dan pengembang terhadap ruang kota. Banjir, menurutnya, bukan hanya soal debit air, tetapi juga soal arah kebijakan.

“Jika pendekatannya masih sama, banjir akan tetap menjadi tamu tahunan. Kita butuh reformasi menyeluruh, bukan tambal sulam,” ujarnya.

Aris pun menutup pernyataannya dengan seruan kepada masyarakat dan pemangku kebijakan agar tidak lagi melihat banjir sebagai takdir, melainkan sebagai konsekuensi dari pilihan kebijakan yang selama ini diambil.

“Kita harus jujur bahwa ini adalah buah dari keputusan yang keliru. Kini saatnya memperbaiki, bukan mencari kambing hitam,” pungkasnya. (ADV)

Ikuti VOXnews di Google Berita

.

Bagikan berita ini:

-

Berita Populer

It seems we can't find what you're looking for.

VOXnews